top of page
Gambar penulisGoldenQQ

Review Film : Abominable (2019)




GoldenQQ - Film anak-anak biasanya tampil dengan premis sederhana, bahkan bisa ditebak lewat trailernya. Namun, ada juga yang tampil dengan luar biasa mengejutkan, seperti Abominable (2019). Film produksi DreamWorks yang tayang pada 4 Oktober 2019 di bioskop kesayangan anda.


Menceritakan petualangan seorang gadis muda bernama Yi yang menjalin persahabatan dengan Yeti, makhluk misterius yang hidup di Everest. Bersama dengan tetangganya, Jin dan Peng, mereka berusaha untuk membawa Yeti pulang ke asalnya.

Film berlatar Tiongkok ini akan membawa kalian ke dunia imajinasi dan membangkitkan memori masa kecil yang penuh dengan keceriaan.


Alur Klise yang Digarap dengan Kesegaran


Sebenarnya, alur cerita bisa dilihat akhirnya hanya lewat trailernya. Bahkan, rasanya film Abominable punya premis yang biasa: seorang anak manusia yang bersahabat dengan hewan dan bertualang demi memulangkan hewan ke tempat asalnya.


Dengan luar biasanya, film ini tampil dengan alur yang menghibur dan mengejutkan di segala momen. Bisa dibilang, film garapan Jill Culton dan Todd Wilderman ini berhasil bikin emosi penonton naik-turun.


Mungkin jarang dan terdengar berlebihan jika film animasi anak-anak bisa bikin penonton dewasa ikut larut. Namun, Abominable berhasil mematahkan stigma tersebut.


Tema yang menampilkan kesedihan, harapan, dan kekeluargaan secara ajaib membawa penonton dalam perjalanan imajinatif melalui budaya Tionghoa.


Penuh dengan musik, bahasa, lanskap, adat istiadat, spiritualitas, dan tradis yang bikin penonton merasa seperti berada di perjalanan bersama Everest dan teman-teman barunya.


Pengembangan Karakter Dibangun Sistematis


Meski film Abominable membangun premis yang klise, pengembangan karakternya justru dibangun sistematis dan detail. Yi sebagai karakter utama dibangun emosinya pelan-pelan sejak awal, seperti konflik pribadi yang berdampak pada keharmonisan keluarganya. Chloe Bennet yang menjadi pengisi suara Yi pun berhasil membangun emosinya sepanjang film.


Kemudian, ada Peng yang disuarakan oleh Albert Tsai berhasil menjadi karakter pendukung terbaik sekaligus scene-stealer dalam film animasi ini. Sosoknya yang polos dan berperilaku layaknya anak-anak seakan membangkitkan sifat kekanak-kanakan tiap penonton.





Lalu, ada Tenzing Norgay Trainor sebagai pengisi suara Jin, kakak dari Peng. Hubungannya dengan Peng dan Yi layaknya love-hate relationship benar-benar memberi warna dalam film keluarga ini.


Eddie Izzard sebagai Mr. Burnish berhasil mengelabui penonton dengan karakter antagonisnya. Bisa bikin penonton sebel, tapi juga bikin penonton simpati. Sementara, Dr. Zara yang disuarakan oleh Sarah Paulson berhasil tampilkan sosok antagonis yang nyebelin.


Tiap karakter dalam Abominable punya ciri khas masing-masing. Menariknya, karena film ini berlatar di Tiongkok, perilaku dan kebiasaan mereka mirip dengan adat budaya di Indonesia.


Visual dan Scoring yang Menghipnotis


Akhirnya, ada film animasi yang punya visual memanjakan mata selain dari rumah produksi Kerajaan Mickey Mouse. Bukan bermaksud melebihkan, bahkan penonton dewasa pun ikut terpukau dengan pemandangan yang ada.


Enggak heran film ini punya visual yang menghipnotis, mengingat, Jill Culton bukan orang baru di dunia animasi. Dia telah berkarya di Pixar untuk Monster’s Inc. (2001), Toy Story (1995), dan Toy Story 2 (1999).


Scoring dan soundtrack­ yang ditampilkan memiliki keunikan tersendiri. Kesamaannya, semua film-film yang diproduksi DreamWorks Animation ini mengadaptasi lagu-lagu yang udah terkenal sebelumnya.


Sayangnya, ada lagu terkenal, “Fix You” dari Coldplay, justru bikin Abominable sedikit antiklimaks. Padahal, intro lagunya udah bisa bawa suasana, tapi ketika suara penyanyi aslinya muncul, lalu berganti ke nada dari permainan biola Yi, rasanya kurang pas.


Pelajaran Hidup yang Relate Masyarakat Asia


Kebiasaan dan perilaku dari para karakter dekat dengan budaya Indonesia. Seperti, hormat kepada orangtua dan nilai-nilai ketuhanan.


Cara Yi memandang hidup juga bisa kita terapkan bahwa hidup dengan mengingat masa lalu akan menghambat harapan. Ketika Yi yang selalu ragu atas kemampuannya, dia bisa tercerahkan dengan keajaiban yang dilakukan Yeti.


Kepolosan dari Peng bukan hanya menyadarkan Yi, tapi juga kita semua bahwa enggak ada yang lebih baik dari melupakan masalah dan bersenang-senang. Perilaku Peng enggak hanya membangkitkan sifat kekanak-kanakan kita, tapi juga menyadarkan bahwa yang dianggap menyeramkan (Yeti) bukan berarti bisa ditaklukan.


Jin yang hidupnya bergantung pada media sosial pun menggambarkan kebiasaan manusia modern yang bergantung pada teknologi. Seperti, kesan pertama dari Burnish ketika datang ke hutan yang mengambarkan bahwa dirinya butuh “udara segar” dari hiruk-pikuk dan ambisinya di kota.


Sementara, Everest meski seekor Yeti pun secara enggak langsung mengingatkan kita akan pentingnya keluarga. Everest juga bikin Yi, Peng, dan Jin sadar bahwa enggak ada yang lebih berharga dari kehangatan keluarga, meski bukan berasal dari keluarga yang lengkap atau kaya raya.


Secara garis besar, film Abominable menjadi bukti bahwa film animasi yang punya premis klise, tapi bisa punya nilai yang dalam. Film yang menghabiskan 75 juta dolar (Rp1,06 triliun) ini bisa jadi pilihan nonton bersama keluarga di akhir pekan.






11 tampilan0 komentar

Comments


Post: Blog2_Post
bottom of page